PELEGALAN ANAK DI LUAR NIKAH

 

Bagaimana hukum Islam dan hukum Perkawinan Nasional memandang nasab anak di luar nikah?

Maraknya pergaulan bebas bangsa Indonesia sudah menjadi hal yang sangat wajar. Budaya asing yang diadopsi oleh para pemuda pemudi tidak bisa dilepaskan lagi, bahkan sulit untuk memisahkannya. Pergaulan bebas tidak hanya dari teman, lingkungan sekitar kita,tetapi ada faktor internal yang paling berharga, yaitu keluarga. Salah satu pergaulan bebas yang menjadi hasrat kalangan kaum generasi bangsa Indonesia adalah seks di luar nikah yang kadang menimbulkan kehamilan pada perempuan, dan kaum laki-laki tidak mau bertanggung jawab.

Anak yang lahir di luar nikah mendapatkan julukan dalam masyarakat sebagai anak haram, hal ini menimbulkan gangguan psikologis bagi anak, walaupun secara hukum anak tersebut tidak mempunyai akibat hukum dari perbuatan orang tuanya, namun banyak persoalan yang muncul akibat hamil luar nikah tersebut, seperti hubungan nasab antara anak dengan bapak biologisnya, dan lain sebagainya dari berbagai perspektif hukum.

Status anak diluar nikah dalam kategori yang kedua, disamakan statusnya dengan anak zina dan anak li‟an, oleh karena itu maka mempunyai akibat hukum sebagai berikut: (a). tidak ada hubungan nasab dengan bapaknya. Anak itu hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya. Bapaknya tidak wajib memberikan nafkah kepada anak itu, namun secara biologis ia tetap anaknya. Jadi hubungan yang timbul hanyalah secara manusiawi, bukan secara hukum. (b). tidak ada saling mewaris dengan bapaknya, karena hubungan nasab merupakan salah satu penyebab kewarisan. (c). bapak tidak dapat menjadi wali bagi anak di luar nikah. Apabila anak di luar nikah itu kebetulan seorang perempuan dan sudah dewasa lalu akan menikah, maka ia tidak berhak dinikahkan oleh bapak biologisnya. Seorang anak, dilihat dalam Hukum Perkawinan Indonesia secara lansung memiliki hubungan nasab dengan ibunya.

Yang dimaksud dengan anak di luar nikah adalah anak yang dibuahi dan dilahirkan di luar pernikahan yang sah, sebagaimana yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan Nasional antara lain:

1. UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat 1, menyatakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100, menyebutkan anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Pada akhirnya bila dicermati dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang Hukum Perkawinan, menyatakan bahwa status nasab anak di luar nikah mempunyai hubungan keperdataan hanya kepada ibunya dan keluarga ibunya. Hubungan ini biasa disebut dengan kekuasaan orang tua, yakni timbulnya hak dan kewajiban antara orang tua dan anak. Implementasinya adalah bahwa anak di luar nikah hanya memiliki hubungan yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban dengan ibu dan keluarga ibunya. Agaknya dapat dinyatakan mafhum mukhalafah dari pernyataan tersebut bahwa anak itu tidak mempunyai hubungan keperdataan dengan bapak biologisnya dalam bentuk; nasab; hak dan kewajiban secara timbal balik. Secara implisit dapat ditegaskan bahwa hampir tidak ada perbedaan antara hukum Islam dengan hukum perkawinan Nasional dalam menetapkan nasab anak di luar nikah, walaupun tidak dinyatakan secara tegas hubungannnya dengan bapak biologis, dalam pasal tersebut.

 

                                                                              

 

 

Leave a comment